Halaman

Jumat, 16 November 2012

IMPOTEN!!!

"Lelaki harus jadi LELAKI"
Dua cecunguk melontar tombak tanpa nama nama yang dituju
Dua cecunguk belaga sopan menyalami pertemanan
Dan dua cecunguk tidak mengetahui arti hujan jarum dibalik kaca jendela

Dan Aku yang tampan, merampungi segala tulang-tulang lawan.
Dua cecunguk, potret pecundang yang doyan main belakang.

2012

Blues de Novembre: "Le Voyage de L'amour"

Buat: Rya de Coeur

Rya, sebelum aku menjejakan kaki di Père Lachaise. Aku mabuk tuak,
Tak kulihat lagi jejakmu, kasih.

Kususuri Siene, sempoyangan kata-kata berputar di kepala.
Ah, Rindu memang keras mengetuk-ngetuk dada.
Kerna begitulah aku mencintaimu membabi buta.

Di Syal merahku, aroma parfummu masih melekat kental.
Kerna mengingatmu, birahi komunisku selalu mengetik kesetiaan & perjuangan.

Di Langit Paris yg biru
Di Restoran Indonesia aku mabuk
Sobron datang berbisik:
"dia akan datang, mengajakmu meneguk anggur di tepian Siene yg tenang!"
Siene sudah lama kesepian
Datanglah engkau, Rya, kekasihku sayang

Je t'aime...
Tu me manques...
Et je veux que vous pour toujours...


2012

Kamis, 17 Mei 2012

[Haiku] Indah

Bunga merekah
Kumbang menari-nari
Cinta abadi.

Bandung, 17 Mei 2012

Roby Fuzi dan Antonin Artaud - Bahasa Putih dan Bahasa Hitam: Oleh Hudan Hidayat

Oleh: Hudan Hidayat
18 Oktober 2010 jam 13:25

Bahasa putih semacam kerinduan tiap cahaya bahasa tapi ia menempuh jalannya melalui simpang bahasa hitam - katakanlah semacam retorik bahasa putih untuk mencapai cahaya pencerahannya - yang kelak absurd juga dalam pandangan totalik hidup. Apakah bahasa hitam? Mungkin bahasa putih semacam nasib yang manis turun ke manusia. Sedang bahasa hitam adalah jalan bagi manusia yang terlunta lunta - fisik dan jiwanya tak hendak diam, tapi juga fisik dan jiwanya telah dikalahkan oleh nasib yang beroperasi di tangan mesin politik.

"Kita begitu berbeda dalam pemikiran
Seperti pasir pantai yang tergusur ombak
menuju lautan, berserakan
"

Itulah yang dituliskan penyair Roby Fuzi dalam puisinya "Irama Datar" dalam puisi. saya yakin ia tak tahu telah menemukan ucapan dalam puisi dengan beningnya ucapan larik yang saya tampi dalam puisinya itu. Sebab puisi itu berselang seling dengan suatu larik yang tak bening - di sana, di puisi penyair Roby ini. Saya juga menemukan larik lain padanan ke beningan ucapan penyair, yang membuatku makin yakin sebenarnya, kalau tiap penyair memasuki hening jiwanya sendiri, maka ia menemukan sumur ucapan yang bening dari jiwanya sendiri. Bahasa tak perlu ditampi oleh para pembacanya. Tapi penyair ini telah memilah mana padi dan mana gabah dalam bahasa.

"Kita berjumpa di pantai yang sama
Penuh tanda tanya
"

Itulah mutiara bahasa yang berlepasan dan berpaduan dengan kehendak bahasa yang dibersihkan dari tubuh induk puisi. Semacam orang membuat emas kata yang kata kata harus disapih, dipisah, dibuatkan terang dan bening, jernih dan hening. Lalu dimasukkan ke dalam struktur totalik kehadiran puisi atau prosa.

Dua larik yang saya turunkan dari penyair, apakah bahasa putih ataukah bahasa hitam? Mungkin belum ke hitam. mungkin Baru pra-kata yang entah hendak ke mana.

Pun kata kata atonin artaud dalam kalimat pembukanya.

Fragments of diary from hell (1925)

"Neither my cry nor my fever belongs to me. This disintegration of my secondary forces, of these concealed elements of thought and of the soul, try to imagine merely their constancy."

Tapi totalik bahasanya adalah hitam dalam perjalanan tapi putih dalam ayakan dari mereka yang hendak membersihkan, mengambil warna putih dari warna hitam bahasa.

Kita perlu merenungkan, dan membawa, tiap warna dasar sebagai warna dasar hidup ini sendiri. Bahasa hitam dan bahasa putih, sebagai nasib kelam dan nasib cemerlang tuhan.

Itulah kebajikan utama dalam bahasa, yang tidak tiap orang dapat beruntung diberikan ilham atasnya. Kita termasuk orang yang beruntung itu. Maka bahasa cepat lesap menghilang jadi ada dalam pengertian Kita. karena formalitas tiap ucapan telah berhasil kita sapih, kita dudukkan. Sebagai bahasa, bahasa pun hendak duduk dalam makam kursinya sendiri.

Aku Sadar

Aku sadar, alam tak lagi perjaka.
Hak yang seharusnya kita miliki
di jarah penguasa dengan berjuta kelicikan.
Anak bangsa bertanya: "apakah kami akan merasakan
udara segar kembali? Memandang hijaunya hutan, hidup
bersama penuh kedamaian, segala kebutuhan terpenuhi.
Ini milik kita, tapi kita tak merasakan makna MERDEKA yang nyata."

Aku sadar, alam tak lagi perjaka.
Dwipantara berubah menjadi neraka.
Janji manis permentasi busuk, terkutuklah kau penguasa!


Jatinangor, 24 Oktober 2010

Anjing Tolol

anjing tolol berlari-lari di kali
gerah di jeruji tuan pun pergi
asyik sekali tuan santai di bali
tingkah busukmu, tayang di televisi
buang uang bagai buang sampah
sogok petinggi, jalan lancar tanpa resah
hukum dimana?

Tasikmalaya, 17 November 2010

Fragmen Pelita Padam

pelita itu mulai padam
sumbu kering tak berminyak
cahaya hilang
gelap, aku sendiri
merepih...

air itu belum sampai ke muara
sampan masih terdiam di dermaga
bergoyang diam menikmati irama
musik-musik aransemen duka

jeritan hati terus bersuara
aku tetap menyanyikan lagu cinta
semua isi hati, yang terpahat janji
yang belum selesai di tepati


Tasikmalaya, 18 November 2010

Mabuk

Buat; Sri Belsa Wahyuni
(diambil dari diary masa-masa SMA)

my dear, aku ceritakan;
sepi menempuh kota-kota tua tanpa penghuni
hanya ada aku sendiri. pada diary aku tuliskan
masa-masa putih abu, perkenalan hangat.
lintingan ganja di saku baju
sebotol wisky di selipkan di celana
kau tebar senyum padaku, mesra.
di depan sebuah WC aku goda kamu
kata-kata gombal pemabuk bermekaran lepas.

peri-peri cantik berputar di kepala,
longsoran penasaran menimpa hati.
botol kosong, tetesan terakhir aku cari siapa kamu!

bel sekolah nyaring kering
aktivitas kebodohan berakhir
aku pergi...menuju sebuah pasar, menunggumu!
pada mikro bus, percakapan awal di mulai
bau alkohol masih pekat menempel di jurang bibir
canda tawa menghiasi perjalanan kita
bunga-bunga kuncup bermekaran
genggaman tangan mengayun dalam ikrar
kita bersatu, dalam desakan penumpang...


Tasikmalaya, 18 November 2009

Rabu, 16 Mei 2012

[Lyric] Hallo Bandoeng – Wieteke van Dort

‘t Oude moedertje zat bevend
Op het telegraafkantoor
Vriend’lijk sprak de ambt’naar
Juffrouw, aanstonds geeft Bandoeng gehoor
Trillend op haar stramme benen
Greep zij naar de microfoon
En toen hoorde zij, o wonder
Zacht de stem van hare zoon

refrain:
“Hallo! Bandoeng!”
“Ja moeder hier ben ik!”
“Dag liefste jongen”, zegt zij met een snik
“Hallo, hallo!
Hoe gaat het oude vrouw?”
Dan zegt ze alleen:
“Ik verlang zo erg naar jou!”

Lieve jongen, zegt ze teder
Ik heb maandenlang gespaard
‘t Was me om jou te kunnen spreken
M’n allerlaatste gulden waard
En ontroerd zegt hij dan:
“Moeder Nog vier jaar, dan is het om
Oudjelief, wat zal ‘k je pakken
Als ik weer in Holland kom!”

refrain

“Jongenlief”, vraagt ze, “hoe gaat het Met je kleine bruine vrouw?”
“Best hoor”, zegt hij, “en we spreken
Elke dag hier over jouEn m’n kleuters zeggen ‘s avonds
Voor het slapen gaan een gebed
Voor hun onbekende opoe
Met een kus op jouw portret”

refrain

“Wacht eens, moeder”, zegt hij lachend“
‘k Bracht mijn jongste zoontje mee”
Even later hoort ze duidelijk
“Opoe lief, tabeh, tabeh!”
Maar dan wordt het haar te machtig
Zachtjes fluistert ze:“O Heer Dank dat ‘k dat heb mogen horen…
”En dan valt ze wenend neer

“Hallo! Bandoeng!”
“Ja moeder hier ben ik!”
Ze antwoordt niet.Hij hoort alleen ‘n snik“
Hallo! Hallo!…” klinkt over verre zee
Zij is niet meer en het kindje roept: “Tabeh”

Kasomalang Farm

kusaksikan senyum manis nan cantik, saat hujan turun.
gerombolan katak mengirim irama-irama dingin.
kehadapan kita, terasa mengigil menggetarkan bibir.
rinai-rinai dingin berjatuhan kemuka tanah.
dari beranda, ku tatap perkebunan nanas yang menguning menjadi pembatas desa.
kita memulai percakapan awal dan getar hati yang mulai menggelegar.
namamu cuaca dalam kehidupan. awan, mengirimkan hujan saat jiwa mengering kehausan.
tak kenal waktu kau berkahi air cintaku.

Subang, 2011

[Haibun] Blues Panjang Umur

Sebatang lilin
Bercahaya dalam jiwa
Pena menulis
Melukis umur diri
Pada jantung sang pria

diantara buku-buku berdebu dosa
dan jiwa melontarkan setumpuk pertanyaan
rambut hitam belum memutih, aku masih muda!
kata siapa aku tua?

malam ini aku telanjang dada
menari salsa diantara jajakan pelacur muda
terbukti, aku muda dan aku perjaka!

umur dalam secangkir kopi
cita-cita dalam hisapan tembakau
teman setia dalam hidup nyata, seirama

Sebuket bunga
Sepucuk surat cinta
Dari siapa?
Otak berputar liar
Makasih ku ucapkan


Jatinangor, 06 April 2011

Selasa, 15 Mei 2012

Di Amsterdam

Apa yang tersembunyi dalam tetesan air kelu? Hujan menjadi cadar raut kita.
Di Amstel, senja memilin tubuh langit yang jelas tak sama. Tapi tidak dengan kita, mengepal-ngepal remah roti untuk pakan merpati yang lapar.
Di depan Multatuli, perahu-perahu melintas membawa seonggok doa terbaik. Kanal, alur tulus menuju tujuan. Aku ingin berlayar menuju Hindia.
Aku takkan sampai ke Hindia, musim penghujan dengan gelegar petir mengundang badai. Di dermaga, aku menunggu musim baru di perahu tua.
Ku kirim pesan telepon: "Jika waktu adalah setia, setialah untukku tak mengenal waktu. Jika waktu adalah khianat, pergilah tanpa ucapan salam"
Setangkai hujan, semekar tulip. Dalam tuk-tuk suara knalpot mengetuk-ngetuk. Ya ini rindu, sesaat sentuh ingatan melintas kilat.
Kini tibalah perjalananku. Aku menemui penyair-penyair eksil. Mereka memetakan cinta Indonesia Raya, tapi cinta mereka tak pernah hilang komposisinya.
Hujan menemani percakapan kami, mungkin sebentar lagi reda. Dan kota mana yang harus aku singgahi untuk menempuh arah-mu?
Aku menghapus airmata, yang setiap masa-nya bercerita tentang kamu. Seperti hari ini, injury time aku menemui masa yang baru.
Maafkan aku, jalan menuju Hindia belum sempat terpikir kata-kata. Dengan Gipsy yang dinyanyikan pemusik Rumania menenangkanku dengan sederhana.
Aku akan disini! Takkan kutapaki Schipol, atau mendayung perahu tua untuh sampai Hindia. Aku yang slalu merindukanmu, semoga kau pahami kenapa aku disini!

Amsterdam, 2009

Sabtu, 12 Mei 2012

[Haiku] Tragedi Sukhoi

Kecelakaan
Takkan ada yang duga
Kuasa Tuhan

Pesawat tumbang
Indonesia menangis
Duka bersama

Kini saatnya
Menyalakan cahaya
Mari berdoa


Singaparna,12 Mei 2012

Rabu, 09 Mei 2012

Terjerat

Sayup lentera jiwa menenun rindu.
Membilang usia melipat kertas waktu.
Dimana kamu?
Aku terjerat kata menempuh jalan puisi.

Anjing, beserta Pasukan Abraham
Menghalangi jalan pintasku ke arahmu
Aku pinjam pedang Ali
Lantas berperang menempuh gelombangmu.

Tasikmalaya, 24 Desember 2011

Selasa, 08 Mei 2012

Alam Menangis

Oleh; Roby Fuzi

Seperti ubur-ubur di P.Palau
Ribuan kehidupan begitu menyengat
Celcius meninggi penuh variasi
Keasaman begitu pekat
Kepunahan terasa dekat


Singaparna, 12 Januari 2007